(disadap dari http://indonesiaartnews.or.id/newsdetil.php?id=146)
Potret Thio Tiong Gie, salah satu tokoh yang aktif menggerakkan kesenian Tionghoa di Semarang. (foto: dadang pribadi) |
oleh Ridho Mochammad Salafi Handoyo
TERLONTAR ungkapan berdasar memori manusia, berusaha mengingat selanjutnya menandai akan sebuah tempat. Contohnya bisa dengan Hello Semarang atau Apa Kabar Semarang? Dari yang berdomisili atau pernah berkunjung akan ertanya kondisi atas kedekatan atau sekadar sapaan dari pengalaman rekreasi sesaat. Rekreasi memori ini bisa terjadi baik secara fisik maupun emosional.
Catatan Akhir Tahun dari Semarang
Sejak dahulu hingga sekarang bidang ekonomi berbasis perdagangan niaga menjadi penggerak kehidupan sosial masyarakat melalui multikultural antara etnis hingga membentuk Kota Semarang. Peran tersebut, kini memotivasi Seniman Semarang dengan kesadaran untuk bisa aktif menggulirkan gagasan melalui art event. Tak hanya menyuguhkan hasil visual, terpenting juga mengelola proses gagasan hingga pencapaiannya.
Dengan seni mendampingi kebaruan yang terus berkembang. Aktif bersinggungan dengan publik beserta konflik didalamnya. Konflik ini diartikan berupa perbedaan pola pikir manusia dalam upaya melahirkan kebaruan. Konflik juga bisa berakibat fatal berupa anarki. Saat ini kondisi tersebut sering kita saksikan diberbagai media, baik lokal maupun internasional. Walau anarki adalah kewajaran proses menuju kebaruan, sebagai warga berbudaya, alangkah baik berupaya sesingkat mungkin dan punya kesadaran menuju hidup lebih harmonis. Adalah kebiasaan publik yang bisa dilanggengkan. Selain sebagai solusi untuk hidup damai, juga bisa diidentitaskan sebagai budaya lokal (local culture). Semarang dengan multikultural etnis yang ada adalah contoh baik dalam hidup secara harmonis. Boleh beragam tidak untuk diseragamkan. Demi kenyamanan hidup terbuka dengan menghargai perbedaan.
Kedepan setiap local culture akan terus menuai pertanyaan di setiap generasi. Hingga potensi terposisikan sebagai traditional culture. Proses ini terus berulang dalam kehidupan. Seniman dalam periode tersebut bisa berperan sebagai lokomotif bagi gerbong kota. Kembali mengingat, menyetujui, mempertanyakan, menolak, atau membina agar lebih baik. Keterbukaan ini dapat menggerakkan kebaruan di setiap peradaban kemudian hari. Melalui berbagai pertanyaan dan ketidaksepakatan yang dibangun tiap generasi dikehidupan, potensi menggerakan proses kritis guna melahirkan periode pemikiran.
Semarang memiliki periode pemikiran berupa budaya yang cukup jelas. Melewati zaman kekuasaan secara berkala. Terbentuk sebagai tempat singgah - pondok pesantren – kampung – kabupaten - pemerintahan Hindia Belanda - pendudukan Jepang - hingga menjadi bagian Republik Indonesia. Setiap saat berupaya membina kerukunan antara etnis. Ada etnis Jawa, Tionghoa, Arab, dan pendatang baru lain. Perdagangan, perkawinan, penyebaran agama, hingga penjajahan, sebagai media proses asimilasi. Apa yang sekarang harus dilakukan adalah mengelola setiap kebaruan demi peluang baik bersama. Sebagai filter akan budaya luar dan manfaat traditional culture agar tak hilang. Karena proses pelestarian ini, ternyata tak bisa direalisasikan dengan sikap anti terhadap kebaruan.
Adalah kesadaran seniman membaca potensi lokal dari kehidupan sosial warga Semarang. Seniman secara individu, kelompok, atau berkolaborasi dengan warga, diharapkan melahirkan berbagai solusi. Berguna bagi intelektual seniman saat membangun konten, konteks, dan konsep, dalam gagasan atau aksi kreatif. Dan intelektual warga, yang mampu mendukung perkembangan seni budaya Kota Semarang menuju peluang ekonomi bersama.
Sejak dahulu hingga sekarang bidang ekonomi berbasis perdagangan niaga menjadi penggerak kehidupan sosial masyarakat melalui multikultural antara etnis hingga membentuk Kota Semarang. Peran tersebut, kini memotivasi Seniman Semarang dengan kesadaran untuk bisa aktif menggulirkan gagasan melalui art event. Tak hanya menyuguhkan hasil visual, terpenting juga mengelola proses gagasan hingga pencapaiannya.
Dengan seni mendampingi kebaruan yang terus berkembang. Aktif bersinggungan dengan publik beserta konflik didalamnya. Konflik ini diartikan berupa perbedaan pola pikir manusia dalam upaya melahirkan kebaruan. Konflik juga bisa berakibat fatal berupa anarki. Saat ini kondisi tersebut sering kita saksikan diberbagai media, baik lokal maupun internasional. Walau anarki adalah kewajaran proses menuju kebaruan, sebagai warga berbudaya, alangkah baik berupaya sesingkat mungkin dan punya kesadaran menuju hidup lebih harmonis. Adalah kebiasaan publik yang bisa dilanggengkan. Selain sebagai solusi untuk hidup damai, juga bisa diidentitaskan sebagai budaya lokal (local culture). Semarang dengan multikultural etnis yang ada adalah contoh baik dalam hidup secara harmonis. Boleh beragam tidak untuk diseragamkan. Demi kenyamanan hidup terbuka dengan menghargai perbedaan.
Kedepan setiap local culture akan terus menuai pertanyaan di setiap generasi. Hingga potensi terposisikan sebagai traditional culture. Proses ini terus berulang dalam kehidupan. Seniman dalam periode tersebut bisa berperan sebagai lokomotif bagi gerbong kota. Kembali mengingat, menyetujui, mempertanyakan, menolak, atau membina agar lebih baik. Keterbukaan ini dapat menggerakkan kebaruan di setiap peradaban kemudian hari. Melalui berbagai pertanyaan dan ketidaksepakatan yang dibangun tiap generasi dikehidupan, potensi menggerakan proses kritis guna melahirkan periode pemikiran.
Semarang memiliki periode pemikiran berupa budaya yang cukup jelas. Melewati zaman kekuasaan secara berkala. Terbentuk sebagai tempat singgah - pondok pesantren – kampung – kabupaten - pemerintahan Hindia Belanda - pendudukan Jepang - hingga menjadi bagian Republik Indonesia. Setiap saat berupaya membina kerukunan antara etnis. Ada etnis Jawa, Tionghoa, Arab, dan pendatang baru lain. Perdagangan, perkawinan, penyebaran agama, hingga penjajahan, sebagai media proses asimilasi. Apa yang sekarang harus dilakukan adalah mengelola setiap kebaruan demi peluang baik bersama. Sebagai filter akan budaya luar dan manfaat traditional culture agar tak hilang. Karena proses pelestarian ini, ternyata tak bisa direalisasikan dengan sikap anti terhadap kebaruan.
Adalah kesadaran seniman membaca potensi lokal dari kehidupan sosial warga Semarang. Seniman secara individu, kelompok, atau berkolaborasi dengan warga, diharapkan melahirkan berbagai solusi. Berguna bagi intelektual seniman saat membangun konten, konteks, dan konsep, dalam gagasan atau aksi kreatif. Dan intelektual warga, yang mampu mendukung perkembangan seni budaya Kota Semarang menuju peluang ekonomi bersama.
A[rt]SEM Bidik Ragam Aktivitas Seni dan Budaya
A[rt]SEM adalah kampanye seni dan budaya yang direalisasikan berbentuk art event. Sebuah kolaborasai permainan kata, dari Art mewakili medan seni dan kata Semarang mewakili medan kota. Digagas para seniman pada 28 Juli 2010 yang dimotori Adji Nugraha, Atie Krisna, Gunawan Effendi, Kokoh Nugroho, dan Ridho Mochammad Salafi Handoyo. Berinisiatif sebagai media berbagai aktifitas seni dan budaya di Semarang. Memetakan kebaruan tanpa meninggalkan catatan aktivitas seni yang lalu. Guna melakukan evaluasi untuk menentukan strategi kedepan. Dengan visi mempererat silaturahmi antara seniman di Semarang dan dengan luar kota. Misi aktif mempresentasikan perkembangan seni kepada Warga Semarang, dan dunia pada umumnya, demi tercipta infrastruktur seni lebih baik.
Realisasi kerja produksi akan dibagi menjadi tiga medan. Yaitu seniman individu, kelompok seni, dan kolaborasi dengan warga. Akan digelar bersamaan secara indoor maupun outdoor. Menggunakan sembilan titik fasilitas berupa Institusi Pendidikan, Institusi Pemerintah, Mall, Ruang Publik, Ruang Budaya, Ruang Komunitas Seni, Galeri, Rumah Pribadi, dan Kampung.
Landasan A(rt)SEM adalah pembacaan dari perkembangan seni dewasa ini. Dengan hasil sementara, disinyalir mengarah kewacana yang dibangun mulai dari individu (personal) menuju kota (lokal) hingga ada proses akulturasi dengan wilayah yang lebih luas, dunia (internasional). Seniman diharapkan mampu mengelola ketiga aspek diatas menjadi gagasan, karya, dan aksi seni. Menempatkan seni sebagai media propaganda untuk memusatkan segala perhatian akan tujuan lebih baik yang hendak dicapai.
Sebagai event, A(rt)SEM berusaha menjadi penggerak menuju ladang kreatif untuk perkembangan seni di Semarang. Dimana hingga kini masih ada dengan ragam karakter. Terbentuk berdasar kebutuhan secara individu, kelompok, maupun kepentingan bersama dengan warga. Faktor utama keragaman, lebih dikarenakan seniman di sini lama tak berhadapan dengan peluang dari arus utama diluar. Terkondisi untuk tak tergantung kepada kepentingan pusat atau dekat dengan arus pasar seni rupa Indonesia. Walau ada beberapa seniman yang telah mampu mengakses peluang skala nasional maupun internasional, perannyapun belumlah cukup dalam memperbaiki medan seni kota. Pernah terjadi dengan kondisi program dengan tujuan tak terarah, manajemen tak profesional, hingga tak menghiraukan kebutuhan seni dikotanya. Dan menyebabkan banyak pelaku, kelompok, atau ruang seni budaya kesulitan bertahan. Eksisitensi sulit dibangun atas dasar kelemahan-kelemahan diatas. Satu persatu gulung tikar kurang dari lima tahun.
Sekarang melalui formula kebersamaan, kami menawarkan solusi berupa kampanye budaya dalam event seni. Sebagai media perantara antara ragam bentuk seni budaya di Semarang agar tetap ada, dengan kepentingan elemen dari luar. Terbuka dengan perkembangan dan peluang secara luas agar mampu membangun ekonominya. Membidik ragam aktivitas seni yang bersifat informatif, mendidik, menyadarkan, menghibur. Juga bermanfaat bagi seniman, kelompok seni, dan warganya.
A(rt)SEM akan digelar selama 15 hari. Sejak 26 November hingga 10 Desember 2010. Dengan kegiatan berbasis seni rupa dan seni pertunjukan. Informasi lebih lengkap dan formulir keikutsertaan bisa diperoleh di Bu Atie Gallery Jalan Borobudur Utara Raya No.6 Manyaran Semarang. Kesekretariatan buka setiap hari sejak 1 Oktober 2010 Pukul 13:00-20:00 WIB. Semoga menuai manfaat akan catatan akhir tahun dari Semarang yang berusaha membidik ragam aktivitasseni dan budayanya. ***
A[rt]SEM adalah kampanye seni dan budaya yang direalisasikan berbentuk art event. Sebuah kolaborasai permainan kata, dari Art mewakili medan seni dan kata Semarang mewakili medan kota. Digagas para seniman pada 28 Juli 2010 yang dimotori Adji Nugraha, Atie Krisna, Gunawan Effendi, Kokoh Nugroho, dan Ridho Mochammad Salafi Handoyo. Berinisiatif sebagai media berbagai aktifitas seni dan budaya di Semarang. Memetakan kebaruan tanpa meninggalkan catatan aktivitas seni yang lalu. Guna melakukan evaluasi untuk menentukan strategi kedepan. Dengan visi mempererat silaturahmi antara seniman di Semarang dan dengan luar kota. Misi aktif mempresentasikan perkembangan seni kepada Warga Semarang, dan dunia pada umumnya, demi tercipta infrastruktur seni lebih baik.
Realisasi kerja produksi akan dibagi menjadi tiga medan. Yaitu seniman individu, kelompok seni, dan kolaborasi dengan warga. Akan digelar bersamaan secara indoor maupun outdoor. Menggunakan sembilan titik fasilitas berupa Institusi Pendidikan, Institusi Pemerintah, Mall, Ruang Publik, Ruang Budaya, Ruang Komunitas Seni, Galeri, Rumah Pribadi, dan Kampung.
Landasan A(rt)SEM adalah pembacaan dari perkembangan seni dewasa ini. Dengan hasil sementara, disinyalir mengarah kewacana yang dibangun mulai dari individu (personal) menuju kota (lokal) hingga ada proses akulturasi dengan wilayah yang lebih luas, dunia (internasional). Seniman diharapkan mampu mengelola ketiga aspek diatas menjadi gagasan, karya, dan aksi seni. Menempatkan seni sebagai media propaganda untuk memusatkan segala perhatian akan tujuan lebih baik yang hendak dicapai.
Sebagai event, A(rt)SEM berusaha menjadi penggerak menuju ladang kreatif untuk perkembangan seni di Semarang. Dimana hingga kini masih ada dengan ragam karakter. Terbentuk berdasar kebutuhan secara individu, kelompok, maupun kepentingan bersama dengan warga. Faktor utama keragaman, lebih dikarenakan seniman di sini lama tak berhadapan dengan peluang dari arus utama diluar. Terkondisi untuk tak tergantung kepada kepentingan pusat atau dekat dengan arus pasar seni rupa Indonesia. Walau ada beberapa seniman yang telah mampu mengakses peluang skala nasional maupun internasional, perannyapun belumlah cukup dalam memperbaiki medan seni kota. Pernah terjadi dengan kondisi program dengan tujuan tak terarah, manajemen tak profesional, hingga tak menghiraukan kebutuhan seni dikotanya. Dan menyebabkan banyak pelaku, kelompok, atau ruang seni budaya kesulitan bertahan. Eksisitensi sulit dibangun atas dasar kelemahan-kelemahan diatas. Satu persatu gulung tikar kurang dari lima tahun.
Sekarang melalui formula kebersamaan, kami menawarkan solusi berupa kampanye budaya dalam event seni. Sebagai media perantara antara ragam bentuk seni budaya di Semarang agar tetap ada, dengan kepentingan elemen dari luar. Terbuka dengan perkembangan dan peluang secara luas agar mampu membangun ekonominya. Membidik ragam aktivitas seni yang bersifat informatif, mendidik, menyadarkan, menghibur. Juga bermanfaat bagi seniman, kelompok seni, dan warganya.
A(rt)SEM akan digelar selama 15 hari. Sejak 26 November hingga 10 Desember 2010. Dengan kegiatan berbasis seni rupa dan seni pertunjukan. Informasi lebih lengkap dan formulir keikutsertaan bisa diperoleh di Bu Atie Gallery Jalan Borobudur Utara Raya No.6 Manyaran Semarang. Kesekretariatan buka setiap hari sejak 1 Oktober 2010 Pukul 13:00-20:00 WIB. Semoga menuai manfaat akan catatan akhir tahun dari Semarang yang berusaha membidik ragam aktivitasseni dan budayanya. ***
---------------------------------------
Mari kita tandai inti-inti menggugah:
"memori manusia, berusaha mengingat selanjutnya menandai akan sebuah tempat."
"Dengan seni mendampingi kebaruan yang terus berkembang. Aktif bersinggungan dengan publik beserta konflik didalamnya. Konflik ini diartikan berupa perbedaan pola pikir manusia dalam upaya melahirkan kebaruan."
"Seniman dalam periode tersebut bisa berperan sebagai lokomotif bagi gerbong kota. Kembali mengingat, menyetujui, mempertanyakan, menolak, atau membina agar lebih baik. Keterbukaan ini dapat menggerakkan kebaruan di setiap peradaban kemudian hari. Melalui berbagai pertanyaan dan ketidaksepakatan yang dibangun tiap generasi dikehidupan, potensi menggerakan proses kritis guna melahirkan periode pemikiran."
"Apa yang sekarang harus dilakukan adalah mengelola setiap kebaruan demi peluang baik bersama."
"Adalah kesadaran seniman membaca potensi lokal dari kehidupan sosial warga Semarang. Seniman secara individu, kelompok, atau berkolaborasi dengan warga, diharapkan melahirkan berbagai solusi."
"A[rt]SEM adalah kampanye seni dan budaya yang direalisasikan berbentuk art event."
"Berinisiatif sebagai media berbagai aktifitas seni dan budaya di Semarang."
"Menempatkan seni sebagai media propaganda untuk memusatkan segala perhatian akan tujuan lebih baik yang hendak dicapai."
******
Teman-teman
Bagaimana dengan peran Kita?
Bagaimana partisipasi Kita?
Bukankah kita juga bagian dari seni dan kreatifitas?Dan bagian dari kehidupan Kota Semarang?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar