Gedung Graha Cipta 3 Taman Ismail Marzuki, Minggu sore kemarin (5/12) cukup ramai pengunjung. Di depan terpampang spanduk bertuliskan Pameran Arsitektur 70++. Apa ini maksudnya? Ternyata di dalam sedang diadakan penutupan pameran 79 karya arsitek-arsitek yg mengikuti Sayembara Konsep Desain Perpustakaan Nasional.
Antara Harapan dan Kenyataan
Disela-sela acara penganugerahan berbagai kompetisi yang digelar Perpustakaan nasional itu diadakan Talkshow arsitektur menanggapi Sayembara Konsep Desain Arsitektur Perpusnas itu, dengan pembicara Budi Sukada dan Ahmad Djuhara. Ahmad juhara mengawali dengan menceritakan judul talkshow "antara harapan dan kenyataan". Sangat khas, dan provokatif, mengingat banyak sayembara diadakan tp jarang yg kemudian dibangun, atau dibangun tapi melibatkan pemenangnya dengan intervensi yg besar sehingga hasilnya berbeda.
Budi Sukada yg juga anggota dewan juri, menanggapi sayembara ini sebagai cara terbaik untuk mendapatkan yang terbaik di antara yang terbaik. Kompetisi semacam ini sangat baik bagi para arsitek karena dengan begitu profesi ini terhindar dari praktik penunjukkan langsung. Apalagi untuk sebuah bangunan pelayanan publik, haruslah secara fair didapatkan dari yg terbaik. Sejarah Sayembara Arsitektur kita sebenarnya sudah ada sejak jaman Soekarno. Ya, masa itu berbagai bangunan publik yg berdiri hingga saat ini didapatkan dari sebuah sayembara.
Tetapi , patut dicatat juga adanya kemungkinan justru yang terbaik itu terlewat dari pengamatan juri. Ahmad Djuhara kemudian memberi contoh bangunan hasil sayembara seperti Sydney Opera House karya John Utzon ,justru dipungut dari tempat sampah kemudian jadi pemenangnya.
Hasil sayembara bukanlah sesuatu yg terbaik diantara yg terbaik, tapi yang terbaik menurut juri-lah pemenangnya. Nah, kemudian muncul banyak motif yg mendasari arsitek-arsitek mengikuti sayembara arsitektur.
Budi Sukada menjelaskan ada dua jenis motif arsitek mengikuti sayembara. Yang pertama yaitu ikut sayembara karena ingin menang. Tidak jarang seorang arsitek jauh-jauh sebelum ia membuat karya, ia melihat dulu siapa juri-jurinya. Juri A itu suka dengan konteks urban, juri B suka dengan konteks budaya, juri C dengan ini ,itu dan sebagainya. kemudian merancang dengan patokan-patokan itu supaya menang.
Sedangkan tipe yg kedua adalah, arsitek yg ikut sayembara karena hanya ingin ikut serta, berkontribusi dengan penyelesaian menurut arsitek itu sendiri. Ahmad Juhara menceritakan teman seperjuangannya, mamo (adi purnomo), yg ikut sayembara karena selalu ingin membongkar TOR sayembara itu.
Sayembara terbuka memang cara yg sangat fair, terlebih di dalam dunia arsitektur yg agak teknis. Ada sayembara yg mensyaratkan seseorang harus memiliki surat keahlian terlebih dulu, tapi biasanya ide-ide cemerlang justru muncul dari orang-orang yg masih muda, yg di benaknya masih belum tekurung berbagai macam aturan. "Dengan sayembara ini saya tentu harus siap untuk kalah, walaupun harus siap untuk menang juga". Tambah Djuhara. Coba bayangkan betapa malunya jika orang yg lebih tua kalah dari orang yg lebih muda. Tapi inilah cara yg lebih adil.
Talk show kemudian dilanjutkan dengan pengumuman pemenang berbagai macam sayembara yg diselenggarakan perpusnas. Pada kesempatan yg membahagiakan itu teman kita Gideon Richie Santoso dkk(Diaz Drie U. dan Y.Bosko W) memperoleh penghargaan Juara 3 Lomba Sculpture Perpusnas. Selamat!
Berikut ini beberapa foto suasana dan karya-karya peserta sayembara konsep desain arsitektur perpusnas tsb.
Para Pemenang Sayembara Konsep Desain Arsitektur Perpusnas |
Para Pemenang Lomba Sculpture |
Juara 1 |
Coba jurinya didominasi oang-orang muda yang dinamis, pasti pemenangnya lain....atau bahkan mungkin ga ada yang bisa menang
BalasHapusKok yang menang mirip2 gedung DPR yang baru ya...
BalasHapus(Apa karena kebetulan jadi juri?)
artinya,pinter2nya yg menang dong
BalasHapusyang juara 1 mngkin masih masuk akal designx agak mendingan tp yg juara 2 sm 3 nda berani komentar deh....
BalasHapus