Minggu, 02 Januari 2011

Refleksi diri seorang arsitek muda (balasan surat dari pak Eko Prawoto tentang kegelisahan saya menapak dunia arsitek)

Salam,

Sekitar 1 bulan yang lalu saya mengirimkan surat ke Pak Eko Prawoto. Diantara arsitek-arsitek terkenal di Indonesia karya beliaulah yang saya kagumi baik itu desainya maupun pemikirannya. Maka dari itu saya memberanikan diri untuk sharing mengeluarkan uneg-uneg mengenai kegelisahan saya tentang hidup berarsitektur oleh para arsitek muda. Saya kira kegelisahan ini juga banyak dihadapi oleh teman-teman sekalian, maka pada kesempatan ini coba saya sharingkan ke blog cafe studio. Semoga surat jawaban dari pak Eko ini dapat membuat kita lebih fokus dalam menentukan tujuan hidup.

Gama TW
Kualanamu, Medan
_________________________________________________________________________________________
Balasan Surat dari pak Eko Prawoto:


Terimakasih atas sharingnya dan mohon maaf kalau saya tidak dapat secara segera membalasnya.


Menarik sekali membaca apa yang panjenengan ungkapkan.Saya pikir tidak banyak generasi muda yang mampu melakukan refleksi kritis bahkan mengkonfrontir diri dengan persoalan yang sangat filosofis/ideologis ini. Lebih banyak yang hanya ikut dalam arus besar terpaan badai pasar global ini.


Saya merasa bahwa arsitektur hanyalah satu kotak kecil dalam mozaik kehidupan. Arsitektur pada dirinya sendiri bukanlah entitas yang lepas dan berawal serta berakhir pada dirinya sendiri. Kita tidak berarsitektur dalam ruang hampa dan boleh suka-suka saja. Kita sebagai arsitek sangatlah penuh dengan keterbatasan.Namun ada juga peluangnya.


Memperbandingkan dunia kampus dengan dunia nyata, memang tidak bisa secara sederhana. Apa yang kita dapatkan dikampus mungkin bisa dipandang sebagai pengantar atau awalan saja. Di dunia nyata situasinya sangatlah dinamis, semuanya seolah bergerak dan berubah, tidak jelas mana awal mana akhir.


Karena itu pilihan kita menjadi penting. Pada akhirnya dalam setiap "krisis" kita harus mampu menemukan "titik hening" didalam diri kita sendiri. Kalaupun saat itu kita "kalah" ya lebih baik itu dipahami dan disadari kalau sedang kalah, untuk kemudian kita mengupayakan yg lebih baik lagi. Apa yang panjenengan cari sebenarnya ada didalam diri mas sendiri. Ini adalah perjalanan ziarah kemanusiaan kita, yang secara kebetulan menapaki profesi sebagai arsitek. Kita juga cenderung memilah atau memisah antara persoalan arsitektur atau non arsitektur. Namun pada dunia nyata garis pemisah itu tidaklah ada, itu hanya bayangan kita saja. Ini sangat berkait dengan panggilan kemanusiaan kita, apa yg kita percayai sebagai "tugas" dari sang Pemberi Hidup.


Tentang kesuksesan seorang arsitek,apakah batasannya? Apakah publisitas ketenaran atau kekayaan materi menjadi batasannya? Saya kok meragukan hal itu.

Sementara masih muda, mungkin mas dapat "menikmati" saja bagaimana arus kehidupan ini mengalir, kadang cepat kadang pelan, kadang terkena pusaran, kadang meluncur hebat, kadang tenag hening, kadang terhampar dibatuan, kadang melambung melebar….. Namun jangan lupa dengan panggilan hati. Ini yang akan menentukan ‘kebahagiaan’ kita.


Bangsa kita ini sedang mengalami banyak hal yang sulit. Pergumulan social, ekonomi, budaya serta keadaan alam lingkungan yang rusak juga terpaan global ditengah tipisnya daya tawar… Tentu dalam situasi demikian tidaklah cukup ditangani oleh satu ‘jenis’ arsitek saja. Maka akan dibutuhkan berbagai jenis arsitek dengan kompetensi serta panggilan hati itu. Ada banyak penyakit yang tentunya membutuhkan berbagai jenis obat.


Kalau kemudian saya boleh menyarankan adalah, tetaplah terbuka, belajar banyak dari sekitar ,belajar dari siapa saja, pahami juga berbagai cara berpikir dan cara melihat dunia, bertemanlah dg siapa saja. Pendekatan persoalan arsitektur tidak lagi memadai dari disiplin arsitektur saja.


Pendidikan kita memang sedang bermasalah, tidak terkecuali pendidikan arsitektur. Namun ini kembali kepada tiap-tiap orang. Belajar diluar negeri memang akan memberi banyak manfaat, namun sering juga tidak berdampak secara signifikan juga. Kembali kepencarian diri sendiri.


Jangan terlalu melihat keluar kadang lihat juga kedalam .Tiap orang memiliki potensi yang khas…untuk menjadi bermanfaat bagi kehidupan.


Selamat melakukan pencarian dalam ziarah kemanusiaan ini.

Salam saya,

Eko Prawoto



EKO PRAWOTO ARCHITECTURE WORKSHOP
JL. Bener gang Pandanwangi no. 11, Yogyakarta, 55243, +062-274- 622324/ 08882868782

4 komentar:

  1. Wow Gam,...
    Luar biasa, untuk saya sungguh mengena.

    Thanks atas berbagi gerundelan/unek-unek-nya.

    Sekembali dari Kualanamu buatlah acara kumpul2, tegur sapa, berbagi cerita dengan teman2 & adek2 kelas.

    Pake aja tempatKU.

    BalasHapus
  2. Mau tidak mau, suka tidak suka, tiap pribadi harus memilih dari sekian banyak pilihan.

    Ada yang menggoda, ada yang menguntungkan, ada yang menantang, ada yang gak jelas, bahkan ada pilihan dengan jalan yang tak berujung.

    Memilihlah dengan cerdas dan berani, kawan.

    "Pura-pura bertahan" di arsitektur tidak akan membawa kita pada suatu hasil atau pencapaian apapun. Ada baiknya hal itu segera diakhiri, daripada kita menyesal nantinya.

    Tidak cukup hanya dengan menjadi ideal. Harus lebih luwes, harus lebih liat, harus berani berdevosi.

    Untuk temanku Gama, terimakasih atas gerundelannya. Kita tunggu hasil "ziarah" selanjutnya.

    Salam
    Khrisna

    BalasHapus
  3. luar biasa ;D
    "Maka akan dibutuhkan berbagai jenis arsitek dengan kompetensi serta panggilan hati itu. Ada banyak penyakit yang tentunya membutuhkan berbagai jenis obat."

    menginspirasi! tx GAm dan teman2 cs8!
    regards,

    BalasHapus