Kamis, 10 November 2011

Gua Maria Sendangsono



Sebuah perjalanan yang cukup menyenangkan ketika saya bersama beberapa teman Campus Ministry Unika Soegijapranata (Ika Sisilia, Angela Maturbongs, Bonifasia A. Viviyanti, Yohanes Oxa, dan Natasha Octavia)  menikmati sedikit liburan lebaran dan berkunjung ke kota Jogjakarta. 

Sejenak kami berencana untuk pergi ke sebuah tempat doa, yaitu Gua Maria Sendangsono yang terletak di Desa Banjaroyo, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo DI Yogyakarta.

Sedikit tentang Gua Maria Sendangsono
     
Mencuplik dari wikipedia, Sendangsono awalnya merupakan tempat pemberhentian (istirahat sejenak) para pejalan kaki dari Kecamatan Borobudur Magelang ke Kecamatan Boro (Kulon Progo), atau sebaliknya. Tempat itu banyak dikunjungi karena keberadaan sendang (mata air) yang muncul di antara dua pohon sono.


Kesejukan dan kenyamanan tempat itu ternyata juga dimanfaatkan untuk bertapa oleh sejumlah rohaniawan Buddha dalam rangka menyucikan dan menyepikan diri. Nilai spiritualistik muncul dan menguat seiring dengan adanya kepercayaan yang didasarkan pada suatu legenda bahwa tempat itu juga dihuni Dewi Lantamsari dan putra tunggalnya, Den Baguse Samija. Dari situ bisa dilihat bahwa sebenarnya nilai rohani Sendangsono sudah terbangun sebelum Gereja Katolik berkarya di tempat itu.


Keberadaan Sendangsono tak luput dari peran Romo Van Lith SJrohaniawan Belanda yang lama tinggal di Pulau Jawa. Hal itu juga menandakan bahwa Sendangsono tidak bisa dilepaskan dari lingkaran sejarah Gereja Katolik di Pulau Jawa mengingat Romo Van Lith sendiri merupakan salah satu rohaniwan yang menyebarkan ajaran Katolik di Pulau Jawa (silakan lebih jauh lihat di http://id.wikipedia.org/wiki/Sendangsono)

Perjalanan kami dimulai dari Sleman menuju Sendangsono dengan menggunakan sepeda motor. Kami berlima berangkat melewati jalan pintas yang dipimpin oleh saudari Ika Sisilia. 

Sampai di lokasi kami langsung berjalan kaki untuk menuju tempat doa Gua Maria Sendangsono.  Saya baru menyadari bahwa tatanan lansekap dan arsitektur dari tempat ziarah ini sangat menarik mata saya. Dan ternyata Gua Maria Sendangsono ini didesain oleh Romo Mangunwijaya yang merupakan salah satu Arsitek idola saya. (hohoho....

Sampai ke lokasi dan langsung menuju tempat doa.
      

 Tempat peristirahatan pengunjung (ruang santai).


Suasana tempat Doa.

Sungai yang membelah wilayah doa dan wilayah istirahat.
Foto-foto narsis dulu deh... :P


Tekstur dinding.
Tangga.

Kalau yang ini saya kurang tau maksudnya apa. Seperti tugu yang besar.
Tangganya apik
Sedikit pamer fotografi ah.. hehehe
Tangga tempat Misa Alam.
Tangga tempat Misa Alam.


Detail ornamen dinding.
Sepertinya ini di cetak sendiri oleh tukang. ^^ 

Altar mini tempat Romo memimpin misa.

Suasana doa di Gua Maria.
Sangat terasa bahwa sebuah karya arsitektur hendaklah memiliki jiwa dan kehidupan dalam setiap sudutnya. Sebuah karya arsitektur bukanlah benda mati yang hanya dilihat dari segi keindahan saja namun juga memiliki spirit yang dapat diciptakan dari ornamen dan bentukan yang bermakna dan sesuai dengan fungsinya. 

Dalam karya ini saya merasakan banyak sekali rasa yang diciptakan dari setiap detail sudut bangunan dan tatanan lansekapnya. Terasa bahwa sebuah suasana doa sangat didukung oleh tempatnya sehingga membuat Gua Maria Sendang Sono menjadi salah satu tempat doa yang berjiwa dan hidup. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar