Minggu, 14 November 2010

SURAKARTA(SOLO)ku (Bagian I)


Pesona Si Onthel Solo
Terdengar hiruk pikuk kendaraan berlalu lalang melintasi bidang keabu-abuan yang terbilang keras, ditambah tetesan hujan keji melumuri bidang tempat Odot dan Gely menampakkan kaki. Mereka pun menanti hingga langit usai mencampakkan kemarahan. Memang, tak dapat dipungkiri bahwa mungkin alam masih belum puas melampiaskan kemarahannya sejak peristiwa tsunami Mentawai dan meletusnya Gunung Merapi. Sembari menanti, kedua pemuda tersebut pun memanfaatkan waktu luang tersebut guna mengisi relung lambung yang tengah kosong. Selang beberapa saat kemudian, tepat ketika mereka telah melahap santapan roti bakpao tersebut, akhirnya kemurkaan langit kian sirna. Ini merupakan suatu pertanda yang amat baik karena kedua pemuda gigih tersebut dapat kembali melanjutkan perjalanan mereka demi menuntaskan sebuah misi kecil, memperbaiki onthel berparas sedikit lusuh.
“Gel, masih jauh kah lokasi yang hendak kita tuju?”, tutur Odot sembari mengawali perbincangan. “Masih lumayan, kok. Kita akan tiba di sana kira-kira lima belas menit lagi”, timpal Gely. “Ap...oh...lima belas menit lagi, ya? Oke deh”, timpal Odot pasrah. Bagaimana tidak, mereka hampir menghabiskan perjalanan hampir dua jam penuh. Ya, dapat dibayangkan bahwa perjalanan tersebut sungguh melelahkan, belum lagi beberapa kemurkaan alam menyusul kemudian.
Terdengar suara skuter otomatis segera menyambut kediaman Pak Aan. Lelaki tua itu pun segera mengenali sosok pemuda jangkung yang berdiri dihadapannya. “Oh, Nak Gely. Bagaimana kabarmu? Ada apa gerangan?”, tutur lelaki tersebut. “Pak, kok sepedanya langsung tak bernyawa selang beberapa saat ketika saya mengambilnya dari rumah Bapak kemarin”, timpal Gely yakin. “Oh, begitu ya? Mengapa Nak Gely tak langsung mengambalikannya langsung ke saya?”, timpal Pak Aan. Singkat cerita, perbincangan tersebut berlangsung sekitar saju jam yang pada akhirnya dimenangkan oleh Gely. “Oke, Pak Aan. Saya mungkin baru dapat mengambilnya dua hari kemudian. Terima kasih, Pak, atas waktunya”, tutur Gely puas. “Oke, hati-hati di jalan ya, Nak”, tutur Pak Aan sembari mengakhiri perbincangan. Sekilas, permasalahan si onthel mungil telah usai. Lantas, apakah Odot dan Gely langsung pulang kembali ke kediaman mereka? Tidak, bahkan Gely justru berniat hendak bertemu dengan rekan pengoleksi onthel lainnya, sebut saja lelaki tersebut bernama Djojo.
Ya, dapat dipastikan beberapa hari kemudian, Gely, pemuda nan jangkung tersebut segera menghampiri Djojo bersama Odot. Alangkah kaget bukan kepalang, Odot tersentak membisu dan kaku menyaksikan pemandangan sebuah ruangan yang penuh akan onthel-onthel tua nan terawat kendati kondisi-kondisi fisik mereka tak dapat dibandingkan dengan sepeda-sepeda buatan masa kini. Mungkin jumlah keseluruhan mencapai lebih dari tiga belas wujud. Lebih dari itu, Djojo pun cukup mahir memahami sosok-sosok onthel. Inti dari pertemuan kala itu adalah bahwa Gely akan mengirimkan tiga sosok rangka onthel kepada rekannya yang lain di Kota Kembang, Bandung. Sangat jelas sekali terlihat ekspresi kepuasan nan tiada tara pada raut wajah Gely. Kemenangan telak pun telah diraihnya. Sukses selalu, kawan!


 Gely dan Rangka Onthel Kesayangan

 Onthel Milik Pak You See dan Gely

 Koleksi Onthel Djojo

 Written By AJMariendo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar